Sejarah
Museum Trowulan berkaitan erat dengan sejarah situs arkeologi Trowulan. Reruntuhan kota kuna di Trowulan ditemukan pada abad
ke-19. Sir Thomas Stamford Raffles,
gubernur jenderal Jawa antara tahun 1811 sampai tahun 1816 melaporkan keberadaan
reruntuhan candi yang tersebar pada kawasan seluas beberapa mil. Saat itu
kawasan ini ditumbuhi hutan jati yang lebat sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan
survei yang lebih terperinci.
Keperluan
mendesak untuk mencegah penjarahan dan pencurian artefak dari situs Trowulan
adalah alasan utama dibangunnya semacam gudang penyimpanan sederhana yang
akhirnya berkembang menjadi Museum Trowulan.Museum ini didirikan oleh Henri
Maclaine Pont, seorang arsitek Belanda sekaligus seorang arkeolog, serta berkat
peran Bupati Mojokerto, Kanjeng Adipati Ario Kromodjojo Adinegoro.
Museum
baru secara resmi dibuka pada tahun 1987. Bangunan museum ini mencakup lahan
seluas 57.625 meter persegi, bangunan ini menampung koleksi Museum Trowulan
lama serta berbagai arca batu yang sebelumnya disimpan di Museum Mojokerto.Pembangunan
museum baru telah diajukan di kawasan ini dan lokasi ini telah diusulkan untuk
menjadi kawasan Warisan Dunia UNESCO.
Museum Trowulan adalah museum arkeologi yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Museum ini dibangun untuk menyimpan berbagai artefak
dan temuan arkeologi yang ditemukan di sekitar Trowulan.
Museum ini terletak di tepi barat
kolam Segaran. Museum Trowulan adalah museum yang memiliki koleksi relik yang
berasal dari masa Majapahit terlengkap di Indonesia. Luas area Museum 57.255 meter persegi terdiri dari areal
penggalian situs Majapahit, dan bangunan museum, terdapat pula beberapa
fasilitas, seperti toko souvenir Amerta yang menjual berbagai macam cindra
mata, kaos, pigora, mushola dan lahan parkir kendaraan roda dua maupun roda
empat.
Tempat ini adalah salah
satu lokasi bersejarah terpenting di Indonesia yang berkaitan
dengan sejarah kerajaan MajapahitKebanyakan dari koleksi museum ini berasal
dari masa kerajaan Majapahit, akan tetapi koleksinya juga mencakup berbagai era
sejarah di Jawa Timur, seperti masa kerajaan Kahuripan, Kediri, dan Singhasari. Didalam
ruangan koleksi benda-benda kuno juga terdapat Prasasti Alasantan. Sebuah
prasasti yang menceritakan pada tanggal 5 Kresnapaksa bulan Badrawada tahun 861
saka (6 September 939 m), Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri Isana Wikrana
memerintahkan agar tanah di alasantan di bawah kekuasaan Bawang Mapapan (Ibu
dari Rakryan Mapatih 1)
Masuk
menuju ruang pertama, pengunjung diajak menikmati koleksi logam, ruang koleksi
Prasejarah, koleksi batu dan koleksi tanah liat, tepat dibelakang museum
terdapat ruangan peninggalan situs trowulan berupa batu-batu candi, dan
patung-patung dijaman kerajaan Majapahit.
Sebelum
memasuki ruang koleksi, di tengah sudut ruangan atau di lobi museum, terdapat
batu surya Majapahit, batu surya ini sebagai lambang atau simbol
Majapahit, perwujudan sinar matahari, yang berbentuk 4 lingkaran
dan 1 pusat utama, maksudnya Siwa (Pusat), Iswara (Timur), Mahadewa (Barat),
Wisnu (Utara), Brahma (Selatan), Sambhu (Timur laut), Rudra (Barat daya),
Mahesora (Tenggara), dan Sangkara (Barat laut) sedangkan Dewa Minor sebagai
sinar yang memancar. Dan disebutkan juga Surya Majapahit sebagai lambang Negara
Majapahit.
Di
antara koleksi museum ini terdapat salah satu koleksi terkenal, yakni arca raja
Airlangga yang digambarkan sebagai dewa Wishnu
tengah mengendarai Garuda, dari Candi Belahan. Sebuah arca bersayap yang dianggap
sebagai perwujudan raja Blambangan legendaris, Menak Jinggo. Bagian dari
bangunan candi yang ditemukan dari situs di Ampelgading Malang. Sebuah patung
yang menggambarkan kisah Samodramanthana, atau "Pengadukan Lautan
Susu" yang terukir sangat indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar